Pages

Tuesday, February 17, 2015

ORANG TOBA: DNA, Negeri, Budaya, dan Asal-usulnya

SERI MENGUBUR MITOS (1)
.
O R A N G    T O B A
Asal-usul, Negeri, Budaya, dan DNA-nya
Oleh:  Edward Simanungkalit *


Gunung Toba meletus 74.000 tahun lalu dan dari kalderanya terjadilah Danau Toba. Letusan terbesar di sepanjang sejarah ini telah memusnahkan banyak kehidupan.  Para ahli biologi molekuler menemukan bahwa telah terjadi penyusutan genetik  akibat letusan tersebut dan manusia sekarang adalah keturunan dari sedikit manusia itu. Letusan berikutnya masih terjadi lagi dalam skala lebih kecil 30.000 tahun lalu di bagian selatan. Pada masa itu Sumatera, Jawa, Kalimantan, Malaka dan pulau-pulau kecil di sekitarnya masih menyatu dengan benua Asia, yang dikenal dengan nama Sundaland.
Sekitar 20.000 tahun terakhir  terjadi kenaikan air laut setinggi 120-130 meter, kata  geolog Dr. Danny Hilman (20/05-2013), dalam seminar peluncuran bukunya: “PLATO TIDAK BOHONG: Atlantis Ada Di Indonesia” (www.youtube.com). Di sekitar 11.600 tahun lalu banyak sekali terjadi letusan gunung berapi, gempa bumi, dan banyak juga bencana banjir,  sehingga pada akhirnya menenggelamkan Sundaland menjadi seperti sekarang. Ada juga peristiwa air laut naik tiba-tiba hingga 20 meter yang terkenal dengan nama younger dryes setelah suhu udara demikian panas hingga mencairkan es pada zaman es akhir.
Bencana alam dan banjir mengakibatkan migrasi manusia dari Sundaland ke Asia. Penelitian DNA manusia, yang dilakukan Stephen Oppenheimer, memperlihatkan migrasi itu hingga tiba pada kesimpulan bahwa Sundaland merupakan induk peradaban dunia, dalam bukunya “Eden in The East: The Drowned Continent of Southeast Asia” (1998). Nenek moyang semua manusia berasal dan keluar dari Afrika (Out of Africa) dan hanya memiliki satu jalur utama migrasi ke Asia yaitu melalui Sundaland sekitar 70.000 tahun lalu, baru kemudian menyebar ke berbagai kawasan di Asia. Jalur migrasi manusia ini dipetakan oleh 90 orang lebih ilmuwan Asia dari konsorsium Pan-Asian SNP di bawah naungan Human Genome Organisation (HUGO) yang melakukan studi terhadap 73 populasi di Asia Tenggara dan Asia Timur. Dan, akar genetik manusia berhubungan sangat erat dengan kelompok etnik dan kelompok bahasa (Detik, 11/12-2009Kompas,14/12-2009 & 12/12-2011). Awalnya terjadi migrasi dari Sundaland ke Asia  (Out of Sundaland) dan setelah Sundaland tenggelam barulah migrasi terjadi dari Asia ke kawasan bekas Sundaland (Out of Taiwan).



Pesisir Timur Sumatera Bagian Utara
Penelitian arkeologi yang dilakukan oleh H.M.E. Schurmann di dekat Binjai (1927), Van Stein Callenfels di dekat Medan, Deli Serdang, Kupper di Langsa, Aceh Timur (1930), MacKinnon di DAS Wampu, Prof. Truman Simanjuntak dan Budisampurno di Sukajadi, Langkat (1983), di Lhok Seumawe dan oleh Tim Balai Arkeologi Medan (Balarmed) di Aceh Tamiang (2011) menemukan bahwa para pendukung budaya Hoabinh sudah datang pada masa Mesolitik di sekitar 10.000-6.000 tahun lalu (Wiradnyana, 2011:19-21).
Belakangan ditambah dengan hasil penelitian Balarmed di Bener Meriah di Aceh (2012). Migrasi di pesisir timur Pulau Sumatera ini berlangsung pada periode Mesolitik berkisar 7.000-5.000 tahun lalu (Boedhisampurno, 1983; McKinnon, 1990; Belwood, 2000:253). Salah satu indikasinya yaitu dengan ditemukannya budaya Hoabinh berupa peralatan batu, yang disebut Sumatralith (Wiradnyana, 2011:127). Kemudian Ketut Wiradnyana mengemukakan bahwa temuan fosil dari Loyang Mandale, Aceh Tengah berusia 8.430 tahun (Lintas Gayo, 11/07-2014).
Para pendukung budaya Hoabinh juga sudah ditemukan kedatangannya di Pulau Nias. Meskipun demikian, di Nias dan Kuantan Singingi, Riau telah ditemukan kehidupan lebih awal dari masa Paleolitik 10.000 tahun lalu dan selebihnya (Wiradnyana, 2011:9-17, 25-290). Baru-baru ini juga telah ditemukan fosil manusia  lebih tua di Gua Harimau, desa Padang Bindu, Ogan Komering Ulu, Sumatera Selatan berusia 16.000 tahun (Tribunnews,19/05-2014). Penggalian masih akan dilanjutkan, karena diperkirakan memiliki fosil berusia mencapai 60.000 tahun bahkan lebih. Demikian gambaran tentang Sumatera bagian Utara.

Kebudayaan Hoabinh di Toba
Dalam bukunya “Prasejarah Kepuluan Indo-Malaysia”, Peter Bellwood (2000:339) menulis: “Sebagai contoh, sebuah inti polen dari rawa Pea Sim-sim dekat Danau Toba di Sumatera bagian Utara (1.450 m di atas permukaan laut) menunjukkan bahwa pembukaan hutan kecil-kecilan mungkin sudah dimulai pada 4.500 Sebelum Masehi.”. Di sini Bellwood merujuk hasil penelitian Bernard K. Maloney  di daerah Humbang, Sumatera Utara. Penelitian paleoekologi atas pembukaan hutan dilakukan dengan menganalisis serbuk sari (polen) di Pea Sim-sim, Pea Bullock, Pea Sijajap, dan Tao Sipinggan. Penelitian ini membuktikan, bahwa  telah ada aktivitas manusia sekitar 6.500 tahun lalu di Humbang  (www.anu.edu.au; www.manoa.hawaii.edu;  www.lib.washington.edu). Bila dihubungkan dengan  temuan fosil berusia 8.430 tahun di Loyang Mandale, Aceh Tengah, maka paling besar kemungkinannya bahwa mereka adalah para pendukung kebudayaan Hoabinh.
Mereka merupakan bangsa setengah menetap, pemburu, bercocok-tanam sederhana, dan bertempat tinggal di gua. Mereka menggunakan kapak genggam dari batu, kapak dari tulang dan tanduk, gerabah berbentuk sederhana dari serpihan batu, batu giling, dan mayat yang dikubur dengan kaki terlipat/jongkok dengan ditaburi zat warna merah, mata panah, dan flakes. Makanannya berupa tumbuhan, buah-buahan, binatang buruan atau kerang-kerangan. Kebudayaan Hoabinh berasal dari zaman batu tengah di masa Mesolitik sekitar 10.000 - 6.000 tahun lalu. Para pendukung kebudayaan Hoabinh ini merupakan ras Australomelanesoid. Mereka datang dari dataran rendah Hoabinh di dekat Teluk Tonkin, Vietnam (bnd. Edward Simanungkalit, 2012).

Kebudayaan Austronesia di Toba
Robert von Heine Geldern mengemukakan bahwa kelompok pendukung kebudayaan Dong Son bermigrasi dari Selat Tonkin, Vietnam ke Sumatera bagian Utara pada masa Neolitik sekitar 6.000-2.000 tahun lalu (Pasaribu, 2009:ii). Sedang Ketut Wiradnyana dari Balai Arkeologi Medan mengatakan: “Sementara di Tanah Batak didominasi oleh budaya Dong Son  (salah satu budaya yang berasal dari Vietnam Utara) yang perkembangannya sekitar 2.500 tahun yang lalu. Budaya Dong Son  ini ditandai dengan adanya logam dan pola hias yang ditemukan di rumah Batak Toba, yang menggambarkan binatang atau manusia dengan hiasan bulu-bulu panjang.” (Waspada,  11/01-2012).
Pada Juli 2013, Balai Arkeologi Medan melakukan penelitian "Jejak Peninggalan Tradisi Megalitik di Kabupaten Samosir" dengan melakukan kegiatan ekskavasi dan survei arkeologi. Disimpulkan bahwa kelompok migran pendukung budaya Dong Son telah datang dari China bagian Selatan  melalui jalur timur menuju ke Taiwan, terus ke Filipina dan  diteruskan lagi ke Sulawesi dan seterusnya ke Sumatera hingga mencapai Samosir (Wiradnyana & Setiawan, 2013:7). Berdasarkan tradisi megalitik di Samosir tadi, Ketut Wiradnyana memperkirakan bahwa migrasi ke Samosir terjadi pada sekitar penghujung millenium pertama masehi hingga awal millenium kedua atau sekitar 800 tahun lalu.
Kelompok pendukung kebudayaan Dong Son telah mengenal teknologi pengolahan logam, pertanian, berternak, menangkap ikan, penggunaan moda transportasi, bertenun, membuat rumah, dll. Kebudayaan yang berkembang di Vietnam ini merupakan kebudayaan zaman perunggu. Masyarakat Dong Son adalah masyarakat
petani dan peternak yang handal dan terampil menanam padi, memelihara kerbau dan babi, serta memancing. Mereka  juga dikenal sebagai masyarakat pelaut, bukan hanya nelayan, tetapi juga pelaut yang melayari seluruh Laut Cina dan sebagian laut-laut selatan dengan perahu yang panjang (wikipedia). Masyarakat Dong Son berasal dari ras Mongoloid. Kebudayaan Dong Son secara keseluruhan dapat dinyatakan sebagai hasil karya kelompok bangsa Austronesia. Beberapa pakar menggolong rumpun bahasa Austro-Asiatik dengan rumpun bahasa Austronesia dan menamakannya rumpun bahasa besar atau superfamili Austrik.

Orang Toba Dari Negeri Toba
          Pendukung budaya Hoabinh yang sudah datang ke Humbang 6.500 tahun lalu mengalami perjumpaan dengan pendukung budaya Dong Son. Perjumpaan ini akhirnya didominasi oleh kebudayaan Dong Son, karena lebih maju daripada kebudayaan Hoabinh. Kebudayaan Dong Son merupakan kelompok kebudayaan Austronesia dan orang Toba merupakan penutur bahasa Austronesia. Istilah “Toba” dipergunakan sesuai dengan cap Raja Singamangaraja XII yang menyebut “Maharaja di Negeri Toba”, sedang Sitor Situmorang memakainya di dalam bukunya “Toba Na Sae”. Wilayah Toba yang dimaksud yaitu: Toba Samosir, Toba Humbang, Toba Holbung, dan Toba Silindung.
Perjumpaan dua ras, yaitu ras Australomelanesoid dan ras Austronesia-mongoloid, telah melahirkan orang Toba. Sehubungan dengan DNA Toba, maka baru-baru ini Mark Lipson meneliti penutur Austronesia dengan menggunakan data-data dari HUGO Pan-Asian SNP Consortium dan CEPH-Human Genome Diversity Panel (HGDP). Statistik yang dibuat Mark Lipson (2014:87) tentang orang Toba memiliki unsur dan perbandingan seperti berikut: Austronesia (55%), Austro-Asiatic (25%), dan Negrito (20%). Ras Austronesia yang dimaksud di sini khususnya dari ras Mongoloid dengan DNA Haplogroup O. Sementara ras Austro-Asiatic hampir dua pertiga memiliki DNA dengan Haplogroup O. Sedang ras Negrito  banyak memiliki DNA dengan Haplogroup M dan selain itu memang berasal dari Afrika sebagai asal migrasi awal, sehingga tidak mengherankan kalau orang Toba memiliki DNA yang berasal dari Afrika. Akan tetapi, pengaruh budaya Dongson lebih dominan di dalam budaya Toba dan Ras Austronesia-mongoloid dominan di dalam diri orang Toba dan DNA Toba ditemukan memiliki Haplogroup O (Lihat: O-M122, O-M95, O-MSY2.2).


***
        Akhirnya, orang Toba merupakan percampuran ras Australomelanesoid dengan ras Mongoloid dari kelompok kebudayaan Austronesia.  Dari penelitian biologi molekuler bahwa DNA orang Toba ialah Haplogroup O yang terdiri dari Austronesia (55%), Austro-asiatic (25%), dan Negrito (20%). Sebelum Sianjur Mula-mula dihuni sekitar 800-1.000 tahun lalu, maka telah lebih dulu manusia ada di Humbang sekitar 6.500 tahun lalu. Orang Toba itu dari Negeri Toba: Toba Humbang, Toba Samosir, Toba Holbung, dan Toba Silindung (Jakarta, 03012015).



*Pemerhati Sejarah Alternatif Peradaban



Tulisan ini telah dimuat di:


Harian SINAR INDONESIA BARU (cetak)
Edisi 11 Maret 2015

Harian PALAPA POS TAPANULI (cetak)
Edisi Sabtu, 20-23 Pebruari 2015

LINTAS GAYO.com, 8 Maret 2015
http://www.lintasgayo.com/53595/orang-toba-dna-negeri-budaya-dan-asal-usulnya.html

APA KABAR SIDIMPUAN ONLINE, 11 Maret 2015
http://apakabarsidimpuan.com/2015/03/orang-toba-dna-negeri-budaya-dan-asal-usulnya/

Generasi Muda Batak, 10 Maret 2015
http://www.mahasiswabatak.com/2015/03/orang-toba-dna-negeri-budaya-dan-asal.html

Berita Simalungun, 14 April 2015
http://www.beritasimalungun.com/2015/04/orang-toba-dna-negeri-berita-dan-asal.html

https://nababan.wordpress.com, 24 Juni 2015
https://nababan.wordpress.com/2015/06/24/orang-toba-asal-usul-budaya-negeri-dan-dna-nya/

SIANTAR NEWS, 20 Juli 2015
http://siantarnews.com/gaya-hidup/o-r-a-n-g-t-o-b-a-asal-usul-budaya-negeri-dan-dna-nya/










Monday, February 9, 2015

Seminar Telaah Sejarah Asal-usul Orang Batak

Seminar Telaah Sejarah Asal-usul Orang Batak

Senin, 12 Januari 2015
(Analisa/Dedy Hutajulu). SEMINAR: Tappil Rambe, moderator membuka diskusi. Jurusan Pendidikan Sejarah FIS Unimed bekerja sama dengan Pusat Studi Sejarah dan Ilmu-ilmu Sosial (PUSSIS) dan Unimed Press menggelar seminar internasional bertajuk "Telaah Mitos dan Sejarah dalam Asal-usul Orang Batak di FIS Unimed, Jumat (9/1).

Medan, (Analisa). Jurusan Pendidikan Sejarah FIS Unimed bekerja sama dengan Pusat Studi Sejarah dan Ilmu-ilmu Sosial (PUSSIS) dan Unimed Press menggelar seminar internasional bertajuk "Telaah Mitos dan Sejarah dalam Asal-usul Orang Batak di FIS Unimed, Jumat (9/1).

Kegiatan ini dihadiri oleh sejarawan, antropolog, arkeolog, budayawan, dosen dan mahasiwa dari beberapa universitas di Sumatera Utara, dan wartawan. Hadir sebagai pemateri, yakni: Prof. Dr. Uli Kozok (Universitas Hawaii, Amerika Serikat), Prof. Dr. Bungaran Antonius Simanjuntak (Unimed), dan Ir. Ketut Wiradyana, M.Si (Balai Arkeologi Medan). Hadir dalam pertemuan ini yakni Dekan FIS Unimed Dr. H. Restu, MS, Kepala PUSSIS Unimed Dr. Phil. Ichwan Azhari, MS, Ketua Jurusan Pendidikan Sejarah Dra. Flores Tanjung, MA.

Dekan FIS Unimed Dr. H. Restu, MS, mengapresiasi terdelenggaranya acara tersebut. Ia berharap seminar ini memperluas wawasan hadirin tentang asal-usul orang Batak. Ia juga berharap, seminar ini membuka pemikiran-pemikiran baru dan memberi pencerahan tentang titik terang asal-usul orang Batak. "Saya yakin banyak orang Batak di Indonesia, tidak hanya yang di Sumatera Utara, tetapi juga yang di luar Sumatera bahkan luar negeri, tidak paham secara ilmiah dari mana asal usul orang Batak. Segala permasalahan berkaitan dengan asal usul orang batak akan dikupas tuntas para pemateri secara ilmiah. Semoga pengetahuan dan temuan dan baru akan terkuak dalam pertemuan ini, sehingga membawa kebenaran dari sisi sejarah dengan didukung penguatan-penguatan dari temuan penelitian yang ada," ujarnya.

Prof. Bungaran Antonius Simanjuntak mengatakan banyak mitos dalam etnik Batak. Guru Besar Antropologi Unimed ini juga mengungkapkan ketidak-percayaannya terhadap mitos. Bahkan dari beberapa penelitian yang ada selama ini, ia menyimpulkan, mitos mungkin diciptakan leluhur Batak untuk melindungi keturunannya dari kejaran bangsa lain.

Simanjuntak lebih jauh mengatakan ada kaitan fisik antara Batak dengan orang Kacin yang bermukim di Burma hingga Mongol karena sama-sama memiliki perilaku yang mirip. Simanjuntak juga menemukan, ada suku Toba Tartar di Mongolia. Dengan begitu, katanya, Toba Tartar adalah asal muasal Batak, namun tidak murni karena salah seorang panglima Toba Tartar menikahi putri Tiongkok Selatan. Kesimpulan asal Batak berasal dari perkawinan Toba Tartar dan Tiongkok.

Ketut Wiradyana, Arkeolog Medan, memulai kajiannya tentang asal-usul Batak dari  folklore (cerita rakyat) yakni melalui Pusuk Buhit. Dari eskavasi dan penelitian yang beliau lakukan selama ini Pusuk Buhit tidak pernah jadi hunian karena wilayah ini dianggap sakral, pemukiman ada di Sianjur mula-mula. Sehingga dari telaah cerita rakyat dan penelitian arkeologi, orang Batak pertama di Sumatera ada di Sianjur mula-mula, dan mereka telah bermukim di sana sejak 600-1000 tahun  lalu.

Prof. Uli Kozok mengungkapkan teori yang sudah mantap dan diterima banyak pihak tentang nenek moyang Indonesia adalah teori Out of Taiwan. Teori ini menjelaskan, nenek moyang bangsa Indonesia berasal dari Taiwan. Orang Batak, katanya, sudah tentu bagian dari itu, karena bahasa Batak merupakan rumpun bahasa Austronesia.

Kriteria penyebaran bahasa ini sangat luas, dari Taiwan, Selandia Baru dan Madagaskar. Pria berkebangsaan Jerman ini lebih lanjut mengatakan, orang Batak diketahui berasal dari daerah Taiwan, tetapi persisnya tidak diketahui. Hanya diperkirakan. Yang pasti bukan berasal dari Vietnam, Philipina, India, China, dan Burma. Guru besar Universitas Hawaii ini menambahkan, Raja Batak lahir sekitar 600-800 tahun yang lalu. Ini mengindikasikan etnik Batak termasuk yang termuda di Indonesia. (dgh)


Sumber:
http://analisadaily.com/news/read/seminar-telaah-sejarah-asal-usul-orang-batak/97662/2015/01/12


Sunday, February 8, 2015

SEMINAR TELAAH MITOS DAN SEJARAH DALAM ASAL-USUL ORANG BATAK

mitos batak 1
Ketut Wiradnyana
alexander firdaust
ALEXANDER FIRDAUST. MEDAN. Seminar dengan thema ‘Telaah Mitos dan Sejarah Dalam Asal Usul Orang Batak’ yang diselenggarakan oleh Jurusan Pendidikan Sejarah, Universitas Negeri Medan (Unimed) telah berlangsung di Ruang Sidang FIS Unimed [Jumat 9/1]. Seminar ini menghadirkan 3 narasumber, yakni Prof. Dr. Uli Kozok dari University of Hawai, Prof. Dr. Bungaran Simanjuntak dari Universitas Negeri Medan, dan drs. Ketut Wiradynyana MA dari Balai Arkeologi Medan.


Bungaran Simanjuntak yang tampil sebagai pembicara pertama membawakan makalah dengan judul ‘Korelasi Causal Antara Mitos dan Sejarah Dalam Mengembangkan Sejarah’. Sedangkan Ketut Wiradyanyana yang tampil sebagai pembicara ke dua membawakan makalah dengan judul ‘Identifikasi dan Penelusuran Jejak Peradaban Batak Toba di Pulau Samosir’. Adapun Uli Kozok mambawakan makalah dengan judul ‘Memahami Fakta di Dalam Mitologi Si Raja Batak’.

Meski sebagian peserta menduga seminar ini membahas tentang sejarah asal-usul orang Batak yang dianggap terdiri dari beberapa sub suku bangsa Batak seperti Pakpak, Karo, Simalungun dan Mandailingh, ternyata Batak yang dimaksud dalam seminar terbatas pada apa yang kadang-kadang disebut juga Batak Toba. Adapun Karo, Mandailing, Simalungun, dan Pakpak yang selama ini dianggap juga oleh sebagian orang sebagai bagian Batak ternyata bukanlah Batak yang dimaksud di dalam seminar ini.
mitos batak 2
Uli Kozok
Terkait dengan itu, salah seorang peserta seminar yang kebetulan orang Karo merasa senang sekali ternyata seminar ini menganggap Karo bukan bagian Batak.
Semua materi seminar yang dibahas sejak Pukul 14.00 WIB ini melulu menyangkut Batak yang terbatas pada apa yang kadang disebut juga Batak Toba, sementara pembahasan tentang Karo tak ada sama sekali.

“Seminar ini berthema tentang telaah mitos dan sejarah dalam asal-usul orang Batak, namun yang dibahas tak sedikitpun menyangkut tentang Karo. Dengan demikian maka sudah jelaslah bahwa Karo memang bukan Batak,” ujarnya dengan nada tegas dan puas.

Hal menarik yang perlu dicermati dalam seminar ini, yakni dari pemaparan materi yang dibawakan oleh Ketut Wiradnyana. Menurut Ketut, berdasarkan Ilmu Geoglogi, setelah terjadinya kaldera Toba 75.000 tahun lalu, Pulau Samosir kemudian baru muncul ke permukaan setelah 30.000 tahun belakangan. Hal ini kemudian disusul Tuktuk yang muncul ke permukaan setelah 5.000 tahun yang lalu.

“Berdasarkan Ilmu Geologi ini, maka kita mempertanyakan sejak kapankah Pulau Samosir mulai dihuni oleh Manusia? Berdasarkan penggalian yang saya lakukan di Sianjur Mula-mula, maka hasilnya didapatkan sekitar 600 tahun yang lalu,” ujarnya.

Begitupula menurut Ketut, bila dikaji berdasarkan tarombo Si Raja Batak, maka akan didapatkan hasil kehidupan awal orang Batak yang masih sangat muda, yaitu sekitar 700-800 tahun yang lalu.


kehidupan awal orang Batak juga tergolong masih muda

“Berdasarkan tarombo dari Si Raja Batak, kehidupan orang Batak hingga sekarang terdiri dari 28 sampai 32 generasi. Adapun perkiraan untuk masing-masing generasi terdiri dari 25 tahun. Dengan demikian, maka kehidupan awal orang Batak juga tergolong masih muda, yakni antara 700 hingga 800 tahun,” ujarnya.

Keberadaan kehidupan awal orang Batak ini kemudian diperbandingkan Ketut dengan hasil penggalian yang dia lakukan di Loyang Mandale, Loang Ujung Karang, Aceh Tengah beberapa tahun lalu. Dari penggalian tersebut ditemukan kerangka manusia purba yang diperkirakan telah berusia 5000 tahun.

“Berdasarkan hasil serangkaian tes yang dilakukan, DNA kerangka manusia purba yang ditemukan tersebut identik dengan DNA orang Gayo dan Karo,” paparnya.

Tidak jauh berbeda dengan pendapat Ketut, Uli Kozok juga berpendapat hampir sama bahwa keberadaan orang Batak memang masih muda sekitar 600 tahunan. Pendapat ini juga kemudian dikuatkan oleh Dr. Ichwan Azhari saat memberikan komentar pada sesi tanya jawab.





 Sumber:

http://www.sorasirulo.com/2015/01/09/seminar-mitos-dan-sejarah-batak-di-unimed/

Unimed Gelar Seminar Bongkar Sejarah Asal-usul Orang Batak

Unimed Gelar Seminar Bongkar Sejarah Asal-usul Orang Batak

asal usul batak
Keterangan Foto Peneliti, Ir. Ketut Wiradyana, M.Si dari Balai Arkeologi Medan saat memaparkan temuannya tentang Sianjur Mula-mula. FIS Unimed bekerja sama dengan Pusat Studi Sejarah dan Ilmu-ilmu Sosial (PUSSIS) dan Unimed Press mengadakan seminar internasional bertajuk “Telaah Mitos dan Sejarah dalam Asal-usul Orang Batak” di ruang pertemuan FIS Unimed, Jumat (9/1). Foto oleh Dewa
Medan, Jelasberita.com | Sejarah asal usul orang Batak masih belum jelas. Bahkan simpang siur. Karena itu, FIS Unimed bekerja sama dengan Pusat Studi Sejarah dan Ilmu-ilmu Sosial (PUSSIS) dan Unimed Press mengadakan seminar internasional bertajuk “Telaah Mitos dan Sejarah dalam Asal-usul Orang Batak” di ruang pertemuan FIS Unimed, Jumat (9/1).
Kegiatan ini dihadiri oleh sejarawan, antropolog, arkeolog, budayawan, dosen dan mahasiwa dari beberapa universitas di Sumatera Utara, dan wartawan. Hadir sebagai pemateri, yakni : Prof. Dr. Uli Kozok (Universitas Hawaii, Amerika Serikat), Prof. Dr. Bungaran Antonius Simanjuntak (Unimed), dan Ir. Ketut Wiradyana, M.Si (Balai Arkeologi Medan). Hadir dalam pertemuan ini yakni Dekan FIS Unimed Dr. H. Restu, MS, Kepala PUSSIS Unimed Dr. Phil. Ichwan Azhari, MS, Ketua Jurusan Pendidikan Sejarah Dra. Flores Tanjung, MA.
Restu mengapresiasi terselenggaranya acara tersebut. Ia berharap seminar ini memperluas wawasan hadirin tentang asal-usul orang Batak. Ia juga berharap, seminar ini membuka pemikiran-pemikiran baru dan memberi pencerahan tentang titik terang asal-usul orang Batak. “Segala permasalahan berkaitan dengan asal usul orang Batak akan dikupas para pemateri secara ilmiah,” ujarnya.
Bungaran Simanjuntak, Guru Besar Antropologi Unimed mengungkapkan ketidak-percayaannya terhadap mitos tentang orang Batak. Bahkan dari beberapa penelitian yang ada selama ini, ia menyimpulkan, mitos mungkidiciptakan leluhur Batak untuk melindungi keturunannya dari kejaran bangsa lain.
Simanjuntak lebih jauh mengatakan ada kaitan fisik antara Batak dengan orang Kacin yang bermukim di Burma hingga Mongol karena sama-sama memiliki perilaku yang mirip. Simanjuntak juga menemukan, ada suku Toba Tartar di Mongolia. Dengan begitu, katanya, Toba Tartar adalah asal muasal Batak, namun tidak murni karena salah seorang panglima Toba Tartar menikahi putri Tiongkok Selatan.
Kesimpulan asal Batak berasal dari perkawinan Toba Tartar dan Tiongkok.
Ketut Wiradyana, Arkeolog Medan, memulai kajiannya tentang asal-usul Batak dari  folklore (cerita rakyat) yakni melalui Pusuk Buhit. Dari eskavasi dan penelitian yang beliau lakukan selama ini Pusuk Buhit tidak pernah jadi hunian karena wilayah ini dianggap sakral, pemukiman ada di Sianjurmulamula. Sehingga dari telaah cerita rakyat dan penelitian arkeologi, orang Batak pertama di Sumatera ada di Sianjur mula-mula, dan mereka telah bermukim di sana sejak 600-1000 tahun  lalu.
Uli Kozok mengungkapkan teori yang sudah mantap dan diterima banyak pihak tentang nenek moyang Indonesia adalah teori “Out of Taiwan”. Teori ini menjelaskan, nenek moyang bangsa Indonesia berasal dari Taiwan. Orang Batak, katanya, sudah tentu bagian dari itu, karena bahasa Batak merupakan rumpun bahasa Austronesia.
Kriteria penyebaran bahasa ini sangat luas, dari Taiwan, Selandia Baru dan Madagaskar. Pria berkebangsaan Jerman ini lebih lanjut mengatakan, orang Batak diketahui berasal dari daerah Taiwan, tetapi persisnya tidak diketahui. Hanya diperkirakan. Yang pasti bukan berasal dari Vietnam, Philipina, India, China, dan Burma. Guru besar Universitas Hawaii ini menambahkan, Raja Batak lahir sekitar 600-800 tahun yang lalu. Ini mengindikasikan etnik Batak termasuk yang termuda di Indonesia. (Dewa)

Sumber:
http://www.jelasberita.com/2015/01/12/unimed-gelar-seminar-bongkar-sejarah-asal-usul-orang-batak/

UNIMED Gali Asal-Usul Orang Batak Dalam Seminar Internasional

UNIMED Gali Asal-Usul Orang Batak 
Dalam Seminar Internasional
Sabtu, 10 Januari 2015 - 16:03:31 WIB
Jurusan Pendidikan Sejarah FIS Unimed bekerja sama dengan PUSSIS dan Unimed Press mengadakan seminar internasional dalam mengungkap sejarah asal-usul Orang Batak yang dilaksanakan pada 9 Januari 2015 diruang pertemuan FIS Unimed. Kegiatan dengan tema “Telaah Mitos dan Sejarah dalam Asal-usul Orang Batak” ini dihadiri oleh sejarawan, antropolog, arkeolog, budayawan, dosen dan mahasiwa dari Unimed dan beberapa universitas di Sumatera Utara. Pemateri dalam pertemuan ilmiah ini yakni : Prof. Dr. Uli Kozok (Universitas Hawaii, Amerika Serikat), Prof. Dr. Bungaran Antonius Simanjuntak (Unimed), dan Ir. Ketut Wiradyana, M.Si (Balai Arkeologi Medan). Hadir dalam pertemuan ini yakni Dekan FIS Unimed Dr. H. Restu, MS, Kepala PUSSIS Unimed yang juga sejarawan nasional Dr. Phil. Ichwan Azhari, MS, Ketua Jurusan Pendidikan Sejarah Dra. Flores Tanjung, MA.

Dekan FIS Unimed Dr. H. Restu, MS, yang membuka acara ini mengungkapkan apresiasinya bagi acara ini. “Semoga seminar ini akan memperluas wawasan kita tentang asal-usul orang Batak”. Acara ini juga diharapkan dapat membuka pemikiran-pemikiran baru dan memberi pencerahan tentang titik terang asal-usul orang Batak. Beliau yakin bahwa banyak orang batak di Indonesia ini, tidak hanya di Sumatera Utara yang menjadi kampung orang batak, mereka tidak paham secara ilmiah dari mana asal usul orang batak tersebut. Apakah berdiri sendiri diwilayah Indonesia, atau orang batak tersebut merupakan keturunan dari suku-suku yang ada di negara lain. Bahkan bisa jadi ada keturunan suku batak di luar negeri. Segala permasalahan berkaitan dengan asal usul orang batak akan dikupas tuntas oleh para pemateri secara ilmiah. Semoga pengetahuan dan temuan baru akan terkuak dalam pertemuan ini, sehingga membawa kebenaran dari sisi sejarah dengan didukung penguatan-penguatan dari temuan penelitian yang ada, ujarnya.   

Prof. B. A. Simanjuntak mengatakan banyak mitos dalam etnik Batak. Kristen Batak dikonstruksi oleh missionaris menjadi yehoba. Guru Besar bidang antropologi Unimed ini juga mengungkapkan tidak begitu percaya dengan mitos, bahkan dari beberapa penelitian yang ada selama ini beliau menyimpulkan bahwa mitos mungkin diciptakan leluhur Batak  untuk melindungi keturunannya.

Prof. Simanjuntak lebih jauh mengatakan ada kaitan fisik antara Batak dengan Kacin, di Burma hingga Mongol dengan prilaku yg mirip. Beliau menemukan suku Toba Tartar di Mongolia. Dengan begitu Toba Tartar adalah asal muasal Batak, namun tidak murni karena salah seorang panglima Toba Tartar menikahi putri Tiongkok Selatan. Kesimpulan asal Batak berasal dari perkawinan Toba Tartar dan Tiongkok.

Ketut Wiradyana memulai kajiannya tentang asal-usul Batak dari  folklore yakni melalui Pusuk Buhit. Dari eskavasi dan penelitian yang beliau lakukan selama ini Pusuk Buhit tidak pernah jadi hunian karena wilayah ini dianggap sakral, pemukiman ada di Sianjurmulamula. Sehingga dari telaah cerita rakyat dan penelitian arkeologi, orang Batak pertama di Sumatera ada di Sianjurmulamula,dan mereka telah bermukim disana sejak 600-1000 tahun yang lalu.

Prof. Uli Kozok mengungkapkan teori yang sudah sangat mantap dan diterima banyak pihak tentang nenek moyang Indonesia adalah teori “Out of Taiwan”. Teori ini menjelaskan  bahwa nenek moyang bangsa Indonesia berasal dari Taiwan. Orang Batak sudah tentu bagian dari itu, karena bahasa Batak merupakan rumpun bahasa Austronesia. Kriteria penyebaran bahasa ini sangat luas, dari Taiwan, Selandia Baru dan Madagaskar. Pria kelahiran Jerman ini lebih lanjut mengatakan orang Batak diketahui berasal daerah Taiwan, tetapi persisnya tidak diketahui, hanya diperkirakan saja. Yang pasti bukan berasal dari Vietnam, Philipina, India, China, dan Burma. Guru besar Universitas Hawaii ini menambahkan bahwa Raja Batak lahir sekitar 600-800 tahun yang lalu. Ini mengindikasikan etnik ini termasuk yang termuda di Indonesia.(Humas Unimed).


Sumber:
http://humas.unimed.ac.id/unimed-457-unimed-gali-asalusul-orang-batak-dalam-seminar-internasional.html