BENDERA BEGU GANJANG BERKIBAR TERUS
MESKI USIA GEREJA SUDAH 153 TAHUN
Oleh: Edward Simanungkalit
Berulang dan berulangkali isu begu ganjang
menggema di dalam masyarakat diikuti jatuhnya korban atau rusaknya harta benda
dari pihak yang mendapat tuduhan. Apalagi kalau kita search dengan google menggunakan
kata kunci: “begu ganjang”, maka akan ditampilkan kejadian-kejadian
tersebut. Hingga menutup tahun 2014 masih ada yang mendapat
tuduhan seperti yang dialami oleh sebuah keluarga di Deli Serdang dan telah
membuat pengaduan kepada pihak kepolisian. Semuanya kejadian itu menunjukkan
betapa kokohnya bendera begu ganjang berkibar meskipun L.I. Nommensen sudah berhasil
mendirikan gereja 153 tahun lalu. Bahkan tak kalah pentingnya bahwa
hal itu terjadi justru di kalangan para pengagum L.I. Nommensen sendiri, baik
yang dituduh maupun yang merasa yakin akan tuduhannya. Sementara para penerus
Nommensen sudah belajar teologi ke mana-mana, tetapi isu begu ganjang rupanya
masih tetap ampuh memporak-porandakan kehidupan keluarga-keluarga korban.
Akhirnya, begu ganjangnya yang sukses sementara para penerus Nommensen itu
entah ke mana atau mungkin juga sedang sibuk bertelogi sampai ke
awan sana hingga lupa mendarat di bumi.
Suatu kali, di tengah merebaknya isu begu
ganjang di penghujung tahun 1980-an, seorang Kapolres meminta agar para pendeta
turut menangani masalah begu ganjang ini. Tepat sekali apa yang disampaikan
oleh Kapolres tersebut, karena dia sendiri pun warga
gereja yang membaca Alkitab.
Kalau pendeta hanya mengemukakan analisa-analisa sosial-masyarakat saja, maka akan lebih hebat para sosiolog, antropolog,
sejarawan, dan ahli hukum maupun para ahli ilmu-ilmu sosial lainnya. Akan
tetapi, pendeta dibutuhkan menyampaikan kabar apa yang disaksikan Alkitab
tentang begu ganjang dan mengajar warga gereja bagaimana mengalahkan begu
ganjang. Alkitab memang menyaksikan dan mengajarkan tentang begu ganjang yang
telah dikalahkan oleh Yesus Kristus di kayu salib sekitar 2.000 tahun lalu.
Begu ganjang hanyalah sebuah nama atau istilah di kalangan masyarakat tertentu
saja, sedang di tengah masyarakat lain namanya berbeda-beda, tetapi tetap juga
bahwa Yesus Kristus telah mengalahkannya di kayu salib (Kolose 2:13-15). Jadi,
soal nama boleh saja berbeda-beda di seluruh dunia ini, tetapi pribadinya tetap
yang itu-itu juga.
Banyak korban jiwa sudah terjadi dan harta
benda yang hancur berantakan, tetapi begu ganjang tetap bergentayangan di
mana-mana dengan isu yang terus muncul hingga melahirkan tindakan destruktif
berikutnya di dalam masyarakat. Boleh saja kita mengatakan
bahwa itu
karena cara berpikir masyarakat, tetapi
semuanya terjadi oleh karena begu ganjang merupakan sesuatu yang
sangat menakutkan bagi mereka. Di benak mereka tidak ada cara mengatasinya
selain mengusir atau mencabut hak hidup yang dituduh. Itulah solusi yang mereka
lakukan untuk mengatasi masalah begu ganjang yang sangat menakutkan mereka.
Solusi mereka tersebut benar-benar cara bar-bar seakan-akan Yesus Kristus tidak
pernah mengajarkannya melalui Alkitab bagaimana menghadapi begu ganjang dan
roh-roh sejenisnya. Jauh hari Alkitab sudah menyatakan ini: “Dan mereka
mengalahkan dia oleh darah Anak Domba, dan oleh perkataan kesaksian mereka.
Karena mereka tidak mengasihi nyawa mereka sampai ke dalam maut.” (Wahyu
12:11). Cuma sayangnya ada pengagum Nommensen malah takut membaca Alkitab,
karena menganggap Alkitab bisa membuat “bibelon”!
Dasar utama sebagai inti iman Kristen
didasarkan pada karya Kristus di kayu salib. Ketika Yesus Kristus disalibkan
dan mati serta dikuburkan dan kemudian bangkit dari kematian, maka
Yesus Kristus telah mengalahkan dosa, maut, dan Iblis.
Kebangkitan-Nya
telah mengalahkan dosa, maut, dan Iblis, dan karya-Nya itu
Yesus berikan kepada orang percaya hingga menjadi milik mereka. Itulah
sebabnya, maka orang percaya memiliki kuasa untuk mengalahkan ketiganya, yaitu
dosa, maut, dan Iblis. Orang percaya ada di dalam Kristus dan Kristus ada di
dalam orang percaya, maka dosa, maut, dan Iblis tidak berkuasa lagi atas orang
percaya (Roma 6:9-10; 16:20; I Korintus 5:55-57; Efesus 2:6; Kolose 2:13-15; I
Petrus 2:24; 5:8). Inilah dasar iman yang hidup termasuk dalam menghadapi begu
ganjang dan roh-roh sejenis lainnya.
Selanjutnya, secara garis besar, bahwa
menghadapi begu ganjang dan roh-roh sejenis dapat dikemukakan di sini secara
Kristen berdasarkan Alkitab sebagai berikut: (1) Firman Allah yang
tertulis di dalam Alkitab merupakan dasar yang teguh untuk menghadapi begu
ganjang dan roh-roh sejenis, (2) kuat-kuasa Roh Kudus merupakan
kekuatan yang dimiliki orang percaya, (3) Nama Yesus merupakan
nama yang berkuasa, karena kepada-Nya telah diberikan segala kuasa di sorga dan
di bumi, (4) Darah Yesus merupakan senjata yang mengalahkan begu ganjang dan roh-roh sejenis, (5) Doa dan Puji-pujian di mana doa merupakan komunikasi memohon
pertolongan Tuhan secara khusus untuk mengalahkan begu ganjang dan roh-roh
sejenis, sedang puji-pujian akan menghadirkan khadirat Allah di tengah-tengah umat-Nya, dan (6) Puasa adakalanya
dibutuhkan untuk menghadapi hal-hal seperti yang dibicarakan ini.
Keenam poin tadi menjadi kuasa dan
kekuatan untuk melawan begu ganjang dan roh-roh sejenis lainnya dan semuanya
dilaksanakan melalui doa dan puji-pujian. Doa orang percaya menjadi senjata yang paling ampuh untuk melawan begu ganjang dan
menghancurkan seluruh
aktivitas yang berhubungan dengan itu. Apalagi mendengar darah Yesus disebut,
maka roh setan apapun itu akan tunggang-langgang mendengarnya. Berikutnya,
kalau ada tindakan melanggar hukum yang nyata-nyata dapat dibuktikan secara
hukum, barulah diserahkan kepada penegak hukum. Sebab, di dalam perkara pidana,
apabila sebuah tuduhan tidak dapat dibuktikan atau tidak terbukti nantinya di
hadapan pengadilan, maka konsekwensinya akan berbalik kepada si penuduh tadi
dengan tuntutan pencemaran nama baik atau fitnah. Oleh karena itu, tidak boleh
sembarangan menuduhkan sesuatu kepada orang lain, karena si penuduh dapat
menghadapi konsekwensinya secara hukum. Sehingga, tidak ada anarki
atau tindakan main hakim sendiri yang nyata-nyata di luar koridor hukum, karena
Alllah telah menetapkan pemerintah dan negara yang memberlakukan hukum untuk
menjaga ketertiban dan keamanan (Roma 13:1-7).
Di sinilah patut disadari bahwa orang
Kristen “bukan melawan darah dan daging, ... tetapi melawan roh-roh jahat”
(Efesus 6:12) dan “ ... Ia (Iblis) adalah pembunuh manusia sejak
semula ... (Yohanes 8:44) , sehingga bukan dengan jalan membakar
orang dan menghancurkan harta-benda orang yang dituduh. Begu ganjang tidak
takut dengan itu semuanya, tetapi malah terbahak-bahak menyaksikan ulah manusia
yang anarkhis. Dengan terjadinya peristiwa anarkhis seperti itu, maka begu
ganjang itulah yang menjadi pemenangnya oleh karena penuduh dan yang dituduh
sama-sama rugi. Yang dituduh ada yang mati dan hartanya hancur,
sedangkan para penuduh akhirnya ada yang masuk penjara. Peristiwa seperti itu
berulang dan berulang terus meskipun gereja sudah berdiri 153 tahun lalu tanpa
adanya solusi yang signifikan dari pihak gereja.
Untuk sementara boleh saja dikemukakan
dalih ada provokator yang memprovokasi, tetapi kalau masyarakat tidak mau
diprovokasi, maka tidak akan terjadi peristiwa seperti itu. Ketakutan akan begu
ganjang dari massa itu dimanfaatkan oleh provokator, sehingga massa termakan
isu begu ganjang. Ditambah dengan ketidakmengertian tentang seluk-beluk begu
ganjang dari perspektif Alkitab, maka lengkaplah semuanya dan muncullah aksi
brutal menghakimi si tertuduh. Untuk itu gerejalah yang paling
bertanggunggjawab dalam melakukan penyadaran terhadap warga jemaatnya, karena
gereja sudah diperlengkapi Tuhan dengan Akitab. Gereja bukan hanya berisi
kegiatan ritual berupa berdiri, duduk, bernyanyi, berdoa, mengucapkan ikrar,
mendengar khotbah, memberikan persembahan, membaptis. memberkati orang kawin,
dan mengubur orang meninggal. Tetapi juga mengajar warga gereja, selain
katekisasi sidi, tentang berbagai hal mulai dari politik, ekonomi, sosial,
budaya, iptek, kehidupan Kristen, serta termasuk masalah begu ganjang dan
roh-roh sejenis lainnya. Para penerus Nommensen berhentilah mengajukan
argumen-argumen yang pada akhirnya membenarkan sikapnya yang lepas tangan dan
berdiam diri melihat kenyataan itu semuanya. Oleh karena, tidaklah tepat bila
menyerahkan masalah itu hanya kepada pihak kepolisian dan tokoh-tokoh
masyarakat, karena Alkitab sudah mengajarkan hal itu jauh-jauh hari sebelumnya.
(Jakarta, 05012015)
Tulisan ini telah dimuat di:
Majalah SINAR BANGSA
Edisi PEBRUARI 2015