Pages

Thursday, January 15, 2015

BENDERA BEGU GANJANG BERKIBAR TERUS MESKI USIA GEREJA SUDAH 153 TAHUN

BENDERA BEGU GANJANG BERKIBAR TERUS
MESKI USIA GEREJA SUDAH 153 TAHUN
Oleh: Edward Simanungkalit



Berulang dan berulangkali isu begu ganjang menggema di dalam masyarakat diikuti jatuhnya korban atau rusaknya harta benda dari pihak yang mendapat tuduhan. Apalagi kalau kita search dengan google menggunakan kata kunci: “begu ganjang”, maka akan ditampilkan kejadian-kejadian tersebut. Hingga menutup tahun 2014 masih ada yang mendapat tuduhan seperti yang dialami oleh sebuah keluarga di Deli Serdang dan telah membuat pengaduan kepada pihak kepolisian. Semuanya kejadian itu menunjukkan betapa kokohnya bendera begu ganjang berkibar meskipun L.I. Nommensen sudah berhasil mendirikan gereja  153 tahun lalu. Bahkan tak kalah pentingnya bahwa hal itu terjadi justru di kalangan para pengagum L.I. Nommensen sendiri, baik yang dituduh maupun yang merasa yakin akan tuduhannya. Sementara para penerus Nommensen sudah belajar teologi ke mana-mana, tetapi isu begu ganjang rupanya masih tetap ampuh memporak-porandakan kehidupan keluarga-keluarga korban. Akhirnya, begu ganjangnya yang sukses sementara para penerus Nommensen itu entah ke mana atau mungkin juga sedang sibuk bertelogi sampai  ke awan sana hingga lupa mendarat di bumi.
Suatu kali, di tengah merebaknya isu begu ganjang di penghujung tahun 1980-an, seorang Kapolres meminta agar para pendeta turut menangani masalah begu ganjang ini. Tepat sekali  apa  yang  disampaikan oleh Kapolres tersebut,  karena  dia sendiri pun warga
gereja yang membaca Alkitab.  Kalau  pendeta hanya mengemukakan analisa-analisa sosial-masyarakat saja, maka akan lebih hebat para sosiolog, antropolog, sejarawan, dan ahli hukum maupun para ahli ilmu-ilmu sosial lainnya. Akan tetapi, pendeta dibutuhkan menyampaikan kabar apa yang disaksikan Alkitab tentang begu ganjang dan mengajar  warga gereja bagaimana mengalahkan begu ganjang. Alkitab memang menyaksikan dan mengajarkan tentang begu ganjang yang telah dikalahkan oleh Yesus Kristus di kayu salib sekitar 2.000 tahun lalu. Begu ganjang hanyalah sebuah nama atau istilah di kalangan masyarakat tertentu saja, sedang di tengah masyarakat lain namanya berbeda-beda, tetapi tetap juga bahwa Yesus Kristus telah mengalahkannya di kayu salib (Kolose 2:13-15). Jadi, soal nama boleh saja berbeda-beda di seluruh dunia ini, tetapi pribadinya tetap yang itu-itu juga.
Banyak korban jiwa sudah terjadi dan harta benda yang hancur berantakan, tetapi begu ganjang tetap bergentayangan  di mana-mana dengan isu yang terus muncul hingga melahirkan tindakan destruktif berikutnya di dalam masyarakat.  Boleh saja kita mengatakan
bahwa  itu  karena  cara  berpikir  masyarakat,   tetapi  semuanya terjadi oleh karena begu ganjang merupakan sesuatu yang sangat menakutkan bagi mereka. Di benak mereka tidak ada cara mengatasinya selain mengusir atau mencabut hak hidup yang dituduh. Itulah solusi yang mereka lakukan untuk mengatasi masalah begu ganjang yang sangat menakutkan mereka. Solusi mereka tersebut benar-benar cara bar-bar seakan-akan Yesus Kristus tidak pernah mengajarkannya melalui Alkitab bagaimana menghadapi begu ganjang dan roh-roh sejenisnya. Jauh hari Alkitab sudah menyatakan ini: “Dan mereka mengalahkan dia oleh darah Anak Domba, dan oleh perkataan kesaksian mereka. Karena mereka tidak mengasihi nyawa mereka sampai ke dalam maut.” (Wahyu 12:11). Cuma sayangnya ada pengagum Nommensen malah takut membaca Alkitab, karena menganggap Alkitab bisa membuat “bibelon”!
Dasar utama sebagai inti iman Kristen didasarkan pada karya Kristus di kayu salib. Ketika Yesus Kristus disalibkan dan mati serta dikuburkan dan kemudian bangkit dari kematian,  maka Yesus Kristus  telah  mengalahkan dosa, maut, dan Iblis. Kebangkitan-Nya
telah mengalahkan dosa, maut, dan Iblis, dan karya-Nya itu Yesus berikan kepada orang percaya hingga menjadi milik mereka. Itulah sebabnya, maka orang percaya memiliki kuasa untuk mengalahkan ketiganya, yaitu dosa, maut, dan Iblis. Orang percaya ada di dalam Kristus dan Kristus ada di dalam orang percaya, maka dosa, maut, dan Iblis tidak berkuasa lagi atas orang percaya (Roma 6:9-10; 16:20; I Korintus 5:55-57; Efesus 2:6; Kolose 2:13-15; I Petrus 2:24; 5:8). Inilah dasar iman yang hidup termasuk dalam menghadapi begu ganjang dan roh-roh sejenis lainnya.
Selanjutnya, secara garis besar, bahwa menghadapi begu ganjang dan roh-roh sejenis dapat dikemukakan di sini secara Kristen berdasarkan Alkitab sebagai berikut: (1) Firman Allah yang tertulis di dalam Alkitab merupakan dasar yang teguh untuk menghadapi begu ganjang dan roh-roh sejenis, (2) kuat-kuasa Roh Kudus merupakan kekuatan yang dimiliki orang percaya, (3) Nama Yesus merupakan nama yang berkuasa, karena kepada-Nya telah diberikan segala kuasa di sorga dan di bumi, (4) Darah Yesus merupakan senjata yang mengalahkan begu ganjang dan roh-roh sejenis,  (5) Doa dan Puji-pujian di mana doa merupakan komunikasi memohon pertolongan Tuhan secara khusus untuk mengalahkan begu ganjang dan roh-roh sejenis, sedang puji-pujian akan menghadirkan khadirat Allah di tengah-tengah umat-Nya,  dan (6) Puasa adakalanya dibutuhkan untuk menghadapi hal-hal seperti yang dibicarakan ini.
Keenam poin tadi menjadi kuasa dan kekuatan untuk melawan begu ganjang dan roh-roh sejenis lainnya dan semuanya dilaksanakan melalui doa dan puji-pujian. Doa orang percaya   menjadi    senjata   yang   paling  ampuh   untuk   melawan  begu  ganjang   dan
menghancurkan seluruh aktivitas yang berhubungan dengan itu. Apalagi mendengar darah Yesus disebut, maka roh setan apapun itu akan tunggang-langgang mendengarnya. Berikutnya, kalau ada tindakan melanggar hukum yang nyata-nyata dapat dibuktikan secara hukum, barulah diserahkan kepada penegak hukum. Sebab, di dalam perkara pidana, apabila sebuah tuduhan tidak dapat dibuktikan atau tidak terbukti nantinya di hadapan pengadilan, maka konsekwensinya akan berbalik kepada si penuduh tadi dengan tuntutan pencemaran nama baik atau fitnah. Oleh karena itu, tidak boleh sembarangan menuduhkan sesuatu kepada orang lain, karena si penuduh dapat menghadapi konsekwensinya secara hukum.  Sehingga, tidak ada anarki atau tindakan main hakim sendiri yang nyata-nyata di luar koridor hukum, karena Alllah telah menetapkan pemerintah dan negara yang memberlakukan hukum untuk menjaga ketertiban dan keamanan (Roma 13:1-7).
Di sinilah patut disadari bahwa orang Kristen “bukan melawan darah dan daging, ... tetapi melawan roh-roh jahat” (Efesus 6:12) dan “ ...  Ia (Iblis) adalah pembunuh manusia sejak semula ... (Yohanes 8:44) , sehingga bukan dengan jalan membakar orang dan menghancurkan harta-benda orang yang dituduh. Begu ganjang tidak takut dengan itu semuanya, tetapi malah terbahak-bahak menyaksikan ulah manusia yang anarkhis. Dengan terjadinya peristiwa anarkhis seperti itu, maka begu ganjang itulah yang menjadi pemenangnya oleh karena penuduh dan yang dituduh sama-sama  rugi. Yang dituduh ada yang mati dan hartanya hancur, sedangkan para penuduh akhirnya ada yang masuk penjara. Peristiwa seperti itu berulang dan berulang terus meskipun gereja sudah berdiri 153 tahun lalu tanpa adanya solusi yang signifikan dari pihak gereja.
Untuk sementara boleh saja dikemukakan dalih ada provokator yang memprovokasi, tetapi kalau masyarakat tidak mau diprovokasi, maka tidak akan terjadi peristiwa seperti itu. Ketakutan akan begu ganjang dari massa itu dimanfaatkan oleh provokator, sehingga massa termakan isu begu ganjang. Ditambah dengan ketidakmengertian tentang seluk-beluk begu ganjang dari perspektif Alkitab, maka lengkaplah semuanya dan muncullah aksi brutal menghakimi si tertuduh. Untuk itu gerejalah yang paling bertanggunggjawab dalam melakukan penyadaran terhadap warga jemaatnya, karena gereja sudah diperlengkapi Tuhan dengan Akitab. Gereja bukan hanya berisi kegiatan ritual berupa berdiri, duduk, bernyanyi, berdoa, mengucapkan ikrar, mendengar khotbah, memberikan persembahan, membaptis. memberkati orang kawin, dan mengubur orang meninggal. Tetapi juga mengajar warga gereja, selain katekisasi sidi, tentang berbagai hal mulai dari politik, ekonomi, sosial, budaya, iptek, kehidupan Kristen, serta termasuk masalah begu ganjang dan roh-roh sejenis lainnya. Para penerus Nommensen berhentilah mengajukan argumen-argumen yang pada akhirnya membenarkan sikapnya yang lepas tangan dan berdiam diri melihat kenyataan itu semuanya. Oleh karena, tidaklah tepat bila menyerahkan masalah itu hanya kepada pihak kepolisian dan tokoh-tokoh masyarakat, karena Alkitab sudah mengajarkan hal itu jauh-jauh hari sebelumnya. (Jakarta, 05012015)






Tulisan ini telah dimuat di:
Majalah SINAR BANGSA
Edisi PEBRUARI 2015



Saturday, January 10, 2015

SEJARAH KUTA KNPPN ( keneppen )

SEJARAH KUTA KNPPN ( keneppen )


  • Lebbuh (kuta) Knppn awalnya dikaki Delleng (bukit) Raut bernama MASEK.Dari Masek inilah turunan Mpung Knppn menyebar kemana mana. Pada umumnya dikecamatan Siempat Nempu sekarang ini.
  • Mpung Knppn kawin dengan Berru Sagala dari Sikerbo Julu yang bernama Omas br. Sagala yang melahirkan keturunan Marga Maha Lebbuh Knppn,semenjak itulah Marga Sagala menjadi Kula kula
  • Saudara perempuan ( turang ) tertua dari Mpung Knppn yang bernama Br.Maha Sitempang kawin dengan Marga Padang, semenjak itulah Marga Padang menjadi Berru Marga Maha Knppn.
  • Nama Mpung Knppn sekaligus menjadi nama Wilayat / Ulayat (Lebbuh/kuta) yang dihuni oleh anak cucu turunan Mpung Knppn.
  • SULANG   :         Perisang - isang  : KUTA MAHA (Anak tertua Marga Maha Knppn)
                                Pertulan Tengah  : KUTA NTUANG (Anak penengah Marga Maha Knppn)


                                Perekur - ekur    : KUTA SIRINTUAR (Anak bungsu Marga Maha)
                                Berru                  : MARGA PADANG (Tanduk tanduk)
                                Kula kula            : MARGA SAGALA (Sikerbo)
Dari ketiga Kuta inilah banyak Marga Maha lain mendirikan sebagian Kuta / Lebbuh kecil lainnya sampai kearah Tanah Karo dan Aceh.
Njuah njuah Lias ate.


Sumber:
http://knppn.blogspot.com/2013/06/sejarah-knppn-keneppen.html
http://pincala-pingko-pingko.blogspot.com/2014/08/sejarah-kuta-knppn-keneppen.html

Tokoh & Masyarakat Pakpak Dairi Marah-marah di Kantor Gubsu

alt

Starberita - Medan, Akibat belum adanya pembayaran Bantuan Keuangan Provinsi (BKP) atau yang dulu dikenal dengan Bantuan Daerah Bawahan (BDB) dari Pemprovsu sebesar Rp2.559.721.600 yang ditampung di APBD TA 2014 kepada Pemkab Dairi, puluhan tokoh adat dan masyarakat Pakpak marah-marah di lantai 8 kantor Gubsu, Jumat (9/1). 

Kemarahan tersebut dikarenakan Pemprovsu belum bisa memastikan pembayaran BKP dari Pemprovsu Rp2.559.721.600 yang ditampung di APBD TA 2014 kepada Pemkab Dairi tahun ini. Sehingga hal tersebut menyebabkan proyek pembangunan gedung Lembaga Kebudayaan Pakpak tidak selesai dibangun.

Bahkan jalan menuju gereja juga terancam disegel pemborong karena belum dibayar Pemprovsu. Mereka juga mencari Gubsu, Gatot Pudjo Nugroho untuk menagih janjinya saat berkampanye di Dairi ketika mencalonkan dirinya menjadi Gubsu.

"Gatot saat itu berjanji akan membangun gedung Lembaga Kebudayaan Pakpak di Dairi jika terpilih jadi Gubsu. Memang dilakukan pembangunan, tapi dananya belum dibayar, bagaimana bisa selesai pembangunanya," kata Ruslan Brutu selaku Sekjend Lembaga Kebudayaan Pakpak mewakili pengurus Lembaga Kebudayaan Pakpak kepada wartawan, Jumat (9/1).

Ruslan pun menyampaikan rasa kecewanya kepada Pemprovsu atas tertekendalanya pembayaran pembangunan gedung Lembaga Kebudayaan Pakpak tersebut."Sampai sekarang belum ada realisasi pembayarannya, saat ini sudah memasuki tahun ketiga. Jadi kami dari Lembaga Kebudayaan Pakpak, merasakan ini adalah pelecehan. Karena ini menyangkut etnis Pakpak. Dimana kami juga sangat mengharapkan pembangunan gedung itu, untuk tempat kami para tokoh adat dan masyarakat Pakpak membicarakan masalah adat dan bagaimana memajukan budaya-budaya Pakpak itu yang selama ini tidak mendapat perhatian. Jadi kami sangat mengharapkan pembangunan itu," katanya.

Ruslan pun mengatakan bahwa dengan dibangunnya gedung itu, maka kebudayaan program-program untuk memajukan budaya Pakpak bisa terlaksana nantinya. Sebab selama ini masih banyak belum kenal budaya Pakpak.

"Kami minta agar Gubsu jangan pilihkasih dalam hal pembngunaan gedung atau rumah adat di Sumut. Sementara baru kali ini kami dari masyarakat Pakpak meminta pembangunan gedung Lembaga Kebudayaan Pakpak dari Pemprovsu, itupun distop dengan alasan rasionalisasi dan alasan lainnya," ucapnya.

Dia menambahkan bahwa pembangunan gedung itu juga merupakan janji Gatot saat kampanye di Dairi. "Makanya kami mengharapkan agar proyek pembangunn gedung Lembaga Kebudayaan Pakapak itu dapat segera dibayarkan dan  pembangunannya bisa diselesaikan. Kalau tidak dibayar, kami akan melanjutkannya ke ranah hukum," katanya.

Selain itu, lanjutnya, pihaknya juga  tidak ingin para pemborong yang mengerjakan proyek pembangunan gedung Lembaga Kebudayaan Pakpak itu menderita. Sampai pemborong itu dikerja-kejar oleh orang-orang yang meminjamkan uang kepada pemborong itu, termasuk pihak bank, panglong dan lain-lainnya."Kami merasa kasihan melihat mereka dikerja-kejar utang, dan sampai sekarang tidak tau hasilnya," katanya.

Selain Ruslan, juga hadir mantan anggota DPRD Sumut, Richard Lingga, Ketua Dewan Pembina Lembaga Kebudayaan Pakpak, Raja Usman Efendy Jafa, Benny Butarbutar selaku Pemborong, dan sejumlah masyarakat Pakpak lainnya, lengkap dengan memakai baju adat.

Setelah mencari Gubsu mulai dari lantai 1 sampai lantai 8, akhirnya mereka bertemu Kepala Biro Keuangan Pemprovsu, Ahmad Fuad, Plt.Sekdaprovsu, Hasiolan Silaen dan pejabat Pemprovsu lainnya di lantai 8 kantor Gubsu. Saat bertemu, mereka langsung menanyakan pembayaran BDB tersebut kepada Ahmad Fuad, kapan bisa dilunasi. Namun sayangnya Fuad tidak bisa memberikan kepastian terkait pembayaran BDB tersebut."Kita sampaikan dulu kepada Gubsu," kata Fuad.

Mendengar jawaban Fuad yang menyatakan tak bisa memberi kepastian terkait pembayaran utang tersebut, sontak membuat mereka 'menyandera' (menahan -red) Fuad dan tak memperbolehkannya turun dari lantai 8 sebelum dirinya bisa memberikan kepastian untuk pembayaran utang BKP tersebut, kapan Pemprovsu bisa melunasi BDB tersebut.

Melihat hal tersebut, Hasiolan pun langsung melakukan mediasi dengan mantan anggota DPRDSu, Richard Lingga. Sehingga hal tersebut membuat kemarahan tokoh dan masyarakat adat Dairi mereda terhadap Fuad. Apalagi Fuad berjanji akan melakukan pertemuan lanjutan dengan mereka semua pada Rabu (14/1) mendatang di Kantor Gubsu, terkait masalah pembayaran utang  tersebut. Lalu, Fuad pun bisa turun dari lantai 8 menuju ruangannya di lantai 2 kantor Gubsu untuk kembali melakukan pekerjaannya.

Menurut Richard Lingga, dirinya ikut dalam rombongan itu sebagai mantan anggota DPRDSu guna memfasilitasi tokoh adat, masyarakat dan kontraktor di Pakpak Dairi untuk menanyakan pembayaran BDB itu."Saya mengetahui seluk beluk permasalahan ini, termasuk anggarannya di DPRDSu saat menjabat sebagai anggota DPRDSu. Makanya saya diminta mereka bersama-sama menanyakan hal ini kepada Gubsu," paparnya.

Richard pun menjelaskan, bahwa pada tahun 2012, DPRDSu menganggarkan BDB untuk pembangunan gereja, jalan dan lainnya di  tahun anggaran 2013. Salah satunya pembangunan gedung Lembaga Kebudayan Pakpak dengan dana hampir Rp 1 M. Kemudian juga ada pembangunan jalan, tembok penahan dan pembangunan parkir Gereja Kristen Protestan Pakpak Dairi (GKPPD) yang dianggarkan sebesar Rp 200 juta.

"Disamping itu juga ada pengadaan buku, pengadaan alat peraga unuk Paud sekira Rp 900 juta, pembangunan penataan kota Rp 300 juta, dan  lanjutan pembangunan gedung KNPI Rp 200 juta dengan total, lebih kurang Rp 2,5 M," paparnya.

Jadi, lanjutnya, tiba-tiba ada rasionalisasi yang dilaksanakan oleh Pemprovsu pada 2013 lalu. "Jadi surat rasionalisasi itu sebenarnya terlambat datang, sedangkan pengerjaan proyeknya  melalui tender sudah dilaksanakan Kabupten Dairi. Tanpa koordinasi dengan kabupaten Dairi, Pemprovsu tiba-tiba melakukan rasionalisasi, (menghapus) semua proyek diatas," katanya.

Selaku anggota DPRDSu saat itu, katanya, dirinya melaksanakan reses di Dairi, dan disana para rekanan-rekanan maupun dari Lembaga Kebudayaan Pakpak dan pihak gereja mengadukan masalah ini kepadanyaa. "Lalu saya cek di APBD tahun 2013 di murni, itu sudah dihapus. Kitapun langsung melaporkan ini ke Pemprovsu melalui biro Anggaran, agar anggarannya ini ditampung  di anggaran perubahan 2014. Setelah kita sampaikan, akhirnya ditampung di anggaran perubahan 2014," ujarnya.

Itu juga, lanjutnya, sesuai surat Sekdaprovsu makanya  anggaran itu ditampung di anggaran P 2014. "Lalu mereka kerjakanlah kembali  pekerjaan itu semua melalui ditenderkan kembali. Jadi proyek ini sudah dua kali ternder semuanya. Ternyata sampai saat ini belum dibayar juga. Makanya kita kecewa kepada Pemprovsu dan Gubsu khususnya. Kita menilai mereka seakan melecehkan pembagunan gedung  Lembga Kebudayaan Pakpak. Padahal gedung itu, salah satu kampanye Gatot kepada masyarakat Pakpak," ucapnya.

Oleh karenanya, mereka mempertanyakan itu kepada Gubsu, khususnya Pemprovsu.  "Jadi ini kita tuntut ini, termasuk realisasi pembayarannya, yang sudah dua tahun lamanya. Bahkan pembangunan gedung Lembaga kebudayan Pakpak  itu jadi gantung akibat belum dibayar. Sebagian sudah selesai dibangun,  seperti jalan gereja. Jika ini tidak dilunasi maka pihak kontraktor akan melarang warga melewati jalan gereja itu. Itu karena belum dibayar Pemprovsu. Kalau ini terjadi, berarti ini sama saja menimbulkan masalah SARA nanti," ucapnya.

Hal ini nantinya, lanjut dia,  akan menjadi bahan pembicaraaan di Sumut, bahkan pusat. "Disitulah kekecewaan kita, makanya kita datang meminta Pemprovsu segera membayar kegiatan proyek pembangunan ini. Kami mau jumpa langsung Gubsu untuk menangih dan mempertanyakan  janjinya ini. Apakah dibayar atau tidak, kalau tidak dibayar, biar tau kami langkah selanjutnya, atau menindaklanjutinya kepada ranah hukum," paparnya.

Sementara itu, Benny Butarbutar selaku kontraktor yang mengerjakan pembangunan jalan gereja mengatakan hal yang sama kepada Pemprovsu. Dirinya sangat kecewa dengan Pemprovsu yang belum membayar atas selesainya pembangunan jalan gereja di Dairi.

"Pembangunannya itu awal 2013 diajukan, dan 2013 itu juga kita kerjakan sampai selesai. Ternyata diakhir tahun 2013, tidak dibayar oleh Pemprovsu. Walaupun demikian, kita masih memberikan tenggang waktu kepada Pemprovsu untuk melakukan pelunasan. Tapi hingga Desember 2014 belum juga ada tanda-tanda pelunasan," paparnya, seraya menuturkan dirinya 24 jam diteror oleh orang karena belum melunasi utang-utangnya kepada orang-orang yang meminjamkannya uang.

Lalu Benny mengatakan, jika Pemprovsu tidak segera melakukan pelunasan atas pekerjaan yang telah diselesaikannya, maka dirinya  akan melakukan penyegelan terhadap pekerjaannya itu. "Seharusnya Pemprovsu memikirkan kita yang meminjam uang salama 2 tahun di bank termasuk dengan bunganya," paparnya.

Sedangkan Raja Usman Efendy Jafa juga sangat kecewa atas kelakuan Gatot Pudjo Nugroho yang dinilai hanya bisa mengumbar janji saat berkampanye. "Gedung Lembaga Kebudayaan Pakpak ini sangat diharapkan untuk tempat rapat dan pertemuan para pengurus dan anggota Lembaga Kebudayaan Pakpak, yang tujuannya untuk memajukan kebudayaan Pakpak. Kalau ini tidak dibayarkan, kami masyarakat Pakpak Dairi akan turun besar-besaran ke kantor Gubsu untuk berdemo," paparnya.

Sebelumnya, Kepala Biro Keuangan Pemprovsu Ahmad Fuad berjanji akan membicarakan ini. Dan Rabu (14/1) mendatang, dirinya akan melakukan pertemuan lanjutan dengan pihak Ketua Dewan Pembina Lembaga Kebudayaan Pakpak, Raja Usman Efendy Jafa, Benny Butarbutar selaku Pemborong, dan tokoh serta masyarakat lainnya yang turut hadir di kantor Gubsu, Jumat (9/1).

Sementara itu, ketika hal ini hendak ditanyakan ke Gubsu di lantai 10, Gubsu pun bungkan dan tidak berkomentar. "Maaf saya lagi buru-buru bertemu dengan tamu yang audensi," ungkap Gatot. (OII/MBB)

Sumber:
http://www.starberita.com/index.php?option=com_content&view=article&id=158199:-tokoh-a-masyarakat-pakpak-dairi-marah-marah-di-kantor-gubsu&catid=134:hukum&Itemid=728