Pages

Friday, October 31, 2014

Hal pertama yang saya urusi adalah manusianya

Hal pertama yang saya urusi adalah manusianya

Hal pertama yang saya urusi adalah manusianya
Tahun 2011, operasional Elnusa sempat di ujung tanduk. Dana operasional perusahaan minus akibat terseret kasus pembobolan dana di Bank Mega. Kini, kondisi perusahaan sudah pulih. Apa yang dilakukan manajemen perusahaan di bawah kendali Presiden Direktur Elnusa Elia Massa Manik? Berikut penuturannya kepada wartawan KONTAN Fransiska Firlana, Roy Franedya, dan Carolus Agus, di Jakarta, Jumat (4/10) lalu.

Saya masuk ke Elnusa jelas karena ada kasus pembobolan dana perusahaan di Bank Mega. Ketika kasus ini melibatkan oknum, pemegang saham mengaku tak habis pikir mengapa hal itu bisa terjadi. Jangan-jangan ini gunung es.
Kala itu pemegang saham cepat-cepat melakukan perubahan direksi Elnusa. Pada bulan Juli 2011, saya resmi bergabung. Sebelum bergabung di Elnusa secara resmi, saya mengajukan makalah kepada pemegang saham tentang management improvement. Saya meminta privilege untuk melakukan perubahan, khususnya dari segi manusianya. Mulai awal 2012, semua direksi baru.
Ketika saya masuk, Elnusa bak kapal yang nyaris karam. Tentu amanat pemegang saham kepada saya adalah menyehatkan Elnusa. Ini merupakan suatu permintaan alamiah dari pemegang saham. Pertamina selaku single majority atas Elnusa, kepemilikan sahamnya 41,10%.
Setelah satu bulan di Elnusa, saya menerima kenyataan bahwa kondisi perusahaan memang kritis. Saya segera melakukan mapping. Toh ini perusahaan terbuka, datanya semua ada.
Masalahnya, ini perusahaan minyak sehingga orang tidak terlalu peduli untuk menilik data-datanya. Bila dicermati betul data-data tersebut, Elnusa sebenarnya tidak pernah untung. Kalau pun selalu untung, itu karena ada penjualan aset.
Ambil contoh, pada tahun 2008 Elnusa melakukan IPO. Dana hasil IPO masuk perusahaan sekitar Rp 600 miliar. Lantas, tahun 2010, Elnusa menjual PT Infomedia Nusantara dan dana yang masuk sekitar Rp 500 miliar.
Ketika saya masuk Elnusa, laporan keuangan perusahaan masih menunjukkan adanya net profitsebesar Rp 60 miliar. Tapi, operating cash flow negatif Rp 200 miliar.
Secara finansial, memang operasional kurvanya menuju pada kebangkrutan. Karena waktu saya hitung ulang, cash flow tinggal Rp 27 miliar.
Memang ada uang cash Rp 600 miliar di account, tetapi saya harus potong sebesar Rp 111 miliar karena dana tersebut terkait dengan Bank Mega. Karena uang itu menjadi sengketa, tidak bisa dipakai.
Dengan cash flow saat itu tinggal Rp 27 miliar, jarak pandang saya untuk perusahaan ini tinggal satu atau dua bulan untuk hidup. Melihat fakta-fakta di Elnusa, terlintas di pikiran bahwa saya masuk ke Elnusa untuk ikut menguburkannya.
Akhirnya, tiga bulan setelah menjabat, saya pun mengajukan permintaan ke pemegang saham. Saya butuh cash keras dana talangan secepatnya US$ 20 juta. Tapi saya mengurungkan permintaan itu karena kami berhasil refinancing.

Banyak reorganisasi
Bukan hanya dari sisi finansial yang faktanya cukup mencengangkan, tetapi juga kultur kerja yang sangat jauh dari keterbukaan. Saya memperhatikan, keterbukaan itu barang langka di Elnusa. Seolah tabu bicara kenyataan yang jelek. Karyawan seolah enggan terbuka karena takut melukai divisi lain.

Saling ewuh-pakewuh
Untuk mengubah kultur ini tidak mudah. Saya butuh waktu sekitar 1,5 tahun untuk bisa merasakan iklim keterbukaan di Elnusa.
Sejak saya masuk Elnusa, hal pertama yang diurusi adalah manusianya alias sumberdaya manusia, karena kunci semua kemajuan itu ada di manusia. Kalau saya dapat hatinya, selesai sudah. Artinya, 70% tugas korporasi beres.
Perusahaan itu perlu kecerdasan, struktur organisasi yang efektif, sistem penggajian yang baik. Semua itu berbasis pada manusia. Elnusa itu perusahaan yang bisnisnya berkutat dalam bidang jasa. Kami ini services company di bidang minyak dan gas bumi (migas).
Perusahaan jasa di bidang migas itu berbeda dengan industri lain. Services company memainkan peran yang sangat penting. Sebab, perawatan-perawatan sumur milik perusahaan migas itu kalau sudah diserahkan ke Elnusa maka produksinya pun tergantung Elnusa. Kalau produksinya jelek, maka klien kami yang notabene adalah perusahaan migas mengalami produksi yang jelek.
Investasi alat pada bisnis ini juga besar. Jadi memang membutuhkan tenaga-tenaga operator yang ahli. Sebelum ke lapangan mereka harus dilatih, paling tidak setahun. Untuk itu kami mulai mengaktifkan Elnusa Petroleum School. Saya terjun langsung menangani lembaga training karyawan Elnusa.
Dengan acuan kerja semacam itu, tentu tidak bisa main-main dalam menempatkan orang. Tujuan pengurangan karyawan yang kami lakukan bukan untuk efisiensi.
Perusahaan yang tidak perform itu tentu saja karena manusianya. Untuk itu, karyawan-karyawan yang integritas dan kapasitasnya kurang perform terpaksa mundur.
Saya memang harus melakukan banyak reorganisasi di Elnusa.
Selain mengurusi SDM, saya juga melakukan pendekatan dengan klien-klien dan calon klien. Saya menceritakan secara jujur kondisi Elnusa terkait dengan dana di Bank Mega yang memang belum bisa dipakai.
Tidak dapat dipungkiri bahwa keluhan dari klien kepada kami banyak sekali. Dalam kondisi ini, saya tidak hanya berbicara melalui mulut karena klien ini akan memantau day by day.
Kami melakukan koordinasi dengan para karyawan untuk melakukan perubahan yang baik dalam layanan terhadap klien. Saya datang ke lapangan untuk mengecek kerja mereka. Setelah menemukan persoalan dan keluhan klien, segera kami tindak lanjuti.
Bukan hanya asal perintah ke tenaga di lapangan, saya juga mencoba menggali hambatan yang sering dialami karyawan di lapangan. Saya mencoba memberikan fasilitas-fasilitas pendukung kerja mereka. Misalnya ada fasilitas workshop. Perumahan yang tadinya jorok menjadi bersih.
Di Balikpapan, ada klien yang mengeluhkan ketersediaan alat dan suku cadang dari Elnusa yang sering terlambat. Nah, kami berupaya supaya segala sesuatunya tepat waktu.
Perbaikan layanan di lapangan yang cepat membuat penilaian positif dari klien. Klien lama tetap bertahan dan selama dua tahun terakhir ini sudah ada dua klien baru. Utilisasi alat yang tadinya hanya 70% sekarang bisa sampai 100%.
Saya juga melakukan perubahan model bisnis. Misalnya, kami menutup beberapa bisnis yang tidak sejalan dengan bisnis Elnusa. Kami menutup perusahaan patungan dengan CGG Veritas asal Perancis.
Kami menutupnya karena biaya tetapnya (fixed cost) tinggi sementara market-nya spot. Jadi, pekerjaannya jangka pendek tapi operasional tidak pernah berhenti. Padahal biaya operasional mencapai US$ 105.000 per hari.
Kami juga menjual PT Patra Telekomunikasi Indonesia (Patrakom). Sebenarnya ini sudah direncanakan manajemen lama. Tapi dua tahun dijual tidak pernah laku. Baru pada September lalu bisa laku. Patrakom dijual karena bukan bisnis inti kami. Ya sudah kami lepaskan.
Perlahan tapi pasti, setelah setahun berjalan, sudah menunjukkan surplus Rp 250 miliar. Laba bersih pada tahun 2012 lalu Rp 128 miliar. Targetnya tahun ini Rp 150 miliar.
Pangsa pasar kami saat ini baru 4%. Targetnya dalam lima tahun ke depan bisa 10%. Setelah 44 tahun berdiri, baru kali ini Elnusa mendapat penghargaan The Best Services Company dari Total.

Sumber:
http://executive.kontan.co.id/news/hal-pertama-yang-saya-urusi-adalah-manusianya/2013/10/17

Empat Orang Karo Yang Menjadi No Satu Di Perusahaan

 Empat Orang Karo Yang Menjadi No Satu Di Perusahaan


Orang No Satu di perusahaan biasanya mempunyai jabatan sebagai Presiden Direktur atau Direktur Utama.  Nama lainnya adalah CEO singkatan dari Chief Executive Officer, ataupun MD singkatan dari Managing Director.   Mereka adalah pemegang kekuasaan tertinggi secara   operasional  dalam  perusahaan.  Umumnya dibawah mereka baru ada jabatan direktur lainnya.
Seorang individu atau person  yang paling tinggi jabatannya dalam satu organisasi bisnis (ada juga organisasi sosial)  itulah sang direktur utama ataupun presiden direktur.  Mereka adalah orang orang pilihan, yang biasanya dipilih karena mempunyai beberapa keistimewaan dalam leadership maupun management skill nya.

Tidak jarang mereka bergelar akademik S2 atau S3 bahkan  ada juga lulusan dari universitas terkemuka overseas atau luar negeri.  Maka dengan itu alangkah bangganya kita orang Karo ketika  mendengar beberapa anak muda Karo memegang jabatan tertinggi sebagai presiden direktur di lembaga yang dia pimpin.

Beberapa diantaranya bahkan mendapatkan pengakuan dan prestasi yang sangat tinggi, karena mampu membawa perusahaannya dari sebelumnya merugi sampai akhirnya menguntungkan, atau dari saat baru didirikan menjadi besar.    Beberapa  nama yang penulis tahu  dan ingin kami informasikan supaya menambah semangat juang dan keberanian bertarung bagi anak muda ataupun permata orang Karo.

Sekaligus menambah kesadaran diri  bahwa ternyata Suku Karo itu bukanlah suku yang sembarangan.  Inilah tulisan ketiga yang kami tuliskan menyangkut prestasi atau kehebatan suku Karo; setelah dua tulisan sebelumnya ; 3 Diva Orang Karo dan 3 Penyandang PhD yang bertarung dan sukses menetap di luar negeri.

Ir Elia Massa  Manik, MBM.  Direktur Utama PT Elnusa yang berhasil menciptakan keuntungan Spektakuler di perusahaan BUMN ini hanya dalam waktu satu tahun.  Lulusan S1 ITB dan mendapat MBM dari Asean Institut Of Management Philipina  mempunyai gaya hidup yang sangat sederhana.  Namun mempunyai keyakinan yang sangat teguh terhadap visinya serta berani berkata yang sebenarnya  dalam hubungannya dengan siapapun.

Ketika dicalonkan untuk memimpin perusahaan BUMN ini dia langsung menerapkan prinsip kerjanya untuk tidak dicampuri oleh politik dan pejabat pejabat yang suka  meminta minta,  dan  menjadikan BUMN menjadi sumber pendanaan.  Massa Manik (MM) berani menentang hal ini semua.  Sisi yang lain dia sangat dekat dengan para karyawan, termasuk karyawan paling bawah (office boy, messengger dll).
Massa Manik adalah putra seorang Pertua Emeritus yang aktif di GBKP klasis Jakarta, dan ikut mendirikan GBKP Pondok Gede.  Anak kedua dari 4 bersaudara, dan tinggal dan menetap di Jakarta.

Mahar Atanta Sembiring MSc.  Diangkat menjadi Direktur Utama PT Central Proteinaprima sejak tahun 2011.  Sebelum diangkat menjadi direktur utama dia menjabat sebagai Vice President di perusahaan  pakan ternak dan peternakan salah satu terbesar di Indonesia, Charoen Pokhpand.

Mahar Sembiring mempunyai pendidikan yang sangat luar biasa.  Mendapat gelar BSc dari Syracuse University Amerika Serikat, lalu  Master Engineering dari Cornell University dan terakhir  Master Of Science dari Stanford University.  Tiga tiganya merupakan universitas paling terkemuka di dunia, yang banyak melahirkan ilmuwan dengan kaliber pemenang hadiah Nobel.

Mahar Atanta Sembiring juga  merupakan anak seorang pertua emeritus yang sangat aktif melayani di GBKP Kebayoran Lama Jakarta.  Dia adalah Pertua Inget Sembiring, yang juga pernah menjadi Presiden Direktur Astra Graphia bertahun tahun.

Eka Sari Lorena Br Surbakti, MBA.  Presiden Direktur PT Eka Sari Lorena.   Meraih gelar MBA nya dari universitas San Fransisco Amerika Serikat.  Wanita cantik dan muda serta energik ini pun sekarang dipercaya sebagai orang nomor  satu di Organda, Organisasi Pengusaha Angkutan  Darat.
Perusahaan Eka Sari Lorena yang dia pimpin (nama dan perusahaannya sama persis)  adalah perusahaan angkutan darat terbesar di Indonesia yang didirikan oleh ayahandanya GT Surbakti.  Eka sari juga putri seorang pertua di GBKP Jakarta Pusat, dimana ibunya melayani sebagai pertua.

dr. Rosa Christiana Ginting, Betr. Med., MHP, HIA, AAK.  Saat ini menjabat sebagai orang no satu atau direktur utama PT Asuransi In Health Indonesia.  Perusahaan ini baru berusia sekitar dua tahun, dan dr Rosa lah yang menjadi direktur utama pertama dan berhasil  membuat perusahaan yang merupakan anak usaha dari Askes ini menjadi besar.
Dokter Rosa br Ginting lahir di Kabanjahe pada tahun 1953.  Lulus dari Fakultas Kedokteran Universitas Sumatra Utara dan memulai kariernya sebagai dokter puskesmas di Belawan.  Menikah  dengan Marga Simanungkalit yang bekerja di BPPT, dan ketika suaminya  dapat beasiswa untuk studi S3 di Jerman, maka pada saat itu juga dr Rosa mengambil gelar S2 nya.

Empat putra terbaik orang Karo saat ini menjabat sebagai direktur utama di perusahaan yang dia pimpin.  Tentu  info ini  sangat membanggakan kita sebagai orang Karo.  Disamping mereka pasti masih  banyak Orang Karo yang menjabat sebagai Direktur atau General ManagerVice President ataupun menjadi Manajer di perusahaan mereka bekerja.

Beberapa nama lain yang pernah menjabat sebagai Direktur Utama adalah Drs Inget Sembiring yang lebih 10 tahun menjabat sebagai Presiden Direktur Astra Graphia.  Lalu ada nama Ir Helman S Pandia MBA yang dalam waktu sekian lama pernah menjadi Direktur Utama pada  salah satu anak usaha Samudra Indonesai Group, yaitu PT Pelabuhan Samudra Palaran.    Setelah pensiun dari sana sempat juga mejadi CEO pada PT Jakarta International Container Terminal  yang merupakan perusahaan Joint Venture antara perusahaan Indonesia dan Hongkong.

Tentu nama lain yang pernah sekian lama menjadi Direktur Utama pada perusahaan yang dia pimpin adalah GT Surbakti di PT Eka Sari Lorena serta Antonius Bangun di Kesaint Blanc, sebuah perusahaan percetakan dan penerbitan.  Dua nama terakhir ini bahkan masih aktif sampai sekarang.

Yang menarik adalah dari 4 orang karo  yang menjadi direktur utama saat ini  3 orang diantaranya adalah anak Pertua yang aktif melayani di GBKP.  Saya belum mendapatkan info mengenai dr Rosa, apakah dia juga merupakan anak sekalak serayan Tuhan.  Anak pertua ternyata  bisa menjadi orang orang terhebat dalam hidupnya.

Inget Sembiring dan Helman S  Pandia adalah dua serangkai yang selalu bekerja sama dalam kepanitiaan di Gereja GBKP, dan mereka berdua pun merupakan Pertua yang sangat aktif melayani.  
Pelayanan di Gereja ternyata tidak membuat seseorang kekurangan waktu dan kesempatan untuk meraih prestasi terhebatnya di dalam perusahaan  dan  kehidupan.  Puji Tuhan. Analgin Ginting. 


- See more at: http://www.gbkp.or.id/index.php/84-gbkp/artikel/342-empat-orang-karo-yang-menjadi-no-satu-di-perusahaan#sthash.resA3rLf.dpuf

Sunday, October 26, 2014

KH Zainul Arifin Pohan

Zainul Arifin


Zainul Arifin
Zainul Arifin
Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong ke-2
Masa jabatan
1960 – 1963
PresidenSoekarno
Didahului olehSartono
Digantikan olehArudji Kartawinata
Wakil Perdana Menteri
Masa jabatan
30 Juli 1953 – 12 Agustus 1955
PresidenSoekarno
Didahului olehPrawoto Mangkusasmito
Digantikan olehDjanu Ismadi
Harsono Tjokroaminoto
Informasi pribadi
Lahir2 September 1909
Bendera Belanda BarusTapanuli TengahSumatera Utara,Hindia-Belanda
Meninggal2 Maret 1963 (umur 53)
Bendera Indonesia JakartaIndonesia
AgamaIslam
Kiai Haji Zainul Arifin atau lengkapnya Kiai Haji Zainul Arifin Pohan (lahir di BarusTapanuli TengahSumatera Utara2 September1909 – meninggal di Jakarta2 Maret 1963 pada umur 53 tahun) adalah seorang politisi Nahdlatul Ulama (NU) terkemuka yang sejak remaja pada zaman penjajahan Belanda sudah aktif dalam organisasi kepemudaan NU, GP Ansor, jabatan terakhirnya ialah ketua DPRGR sejak 1960 - 1963.

Riwayat hidup[sunting | sunting sumber]

Masa Kanak-Kanak dan Pendidikan[sunting | sunting sumber]

Zainul Arifin lahir sebagai anak tunggal dari keturunan raja Barus, Sultan Ramali bin Tuangku Raja Barus Sultan Sahi Alam Pohan dengan perempuan bangsawan asal Kotanopan, Mandailing, Siti Baiyah boru Nasution. Ketika Zainul masih balita kedua orangtuanya bercerai dan ia dibawa pindah oleh ibunya ke Kotanopan, kemudian ke Kerinci, Jambi. Di sana ia menyelesaikan HIS(Hollands Indische School) dan sekolah menengah calon guru, Normal School. Selain itu, Arifin juga memperdalam pengetahuan agama di Madrasah di surau dan saat menjalani pelatihan seni bela diri Pencak Silat. Arifin juga seorang pecinta kesenian yang aktif dalam kegiatan seni sandiwara musikal melayu, Stambul Bangsawan sebagai penyanyi dan pemain biola. Stambul Bangsawan merupakan awal perkembangan seni panggung sandiwara modern Indonesia. Dalam usia 16 tahun Zainul merantau ke Batavia (Jakarta).

Dari Gemeente ke GP Ansor[sunting | sunting sumber]

Berbekal ijazah HIS Arifin diterima bekerja di pemerintahan kotapraja kolonial (Gemeente) sebagai pegawai di Perusahaan Air Minum (PAM) di Pejompongan Jakarta Pusat. Di sana ia sempat bekerja selama lima tahun, sebelum akhirnya terkena PHK saat resesi global yang bermula di AS dan berdampak hingga ke wilayah Hindia Belanda. Keluar dari gemeente Arifin kemudian memilih bekerja sebagai guru sekolah dasar dan mendirikan pula balai pendidikan untuk orang dewasa, Perguruan Rakyat, di kawasanMeester Cornelis (Jatinegara sekarang). Zainul juga sering memberi bantuan hukum bagi masyarakat Betawi yang membutuhkan sebagai tenaga Pokrol Bambu, pengacara tanpa latar belakang pendidikan Hukum namun menguasai Bahasa Belanda. Selain itu ia pun aktif kembali dalam kegiatan seni sandiwara musikal tradisional Betawi yang berasal dari tradisi Melayu, Samrah. Ia sempat mendirikan kelompok samrah bernama Tonil Zainul. Dari kegiatan kesenian ini ia berkenalan dan selanjutnya sangat akrab bersahabat dengan tokoh perfilman nasional, Jamaluddin Malik yang kala itu juga bergiat dalam kegiatan Samrah. Kedua mereka kemudian bergabung dengan Gerakan Pemuda (GP) Ansor yang ketika itu memang aktif merekrut tenaga-tenaga muda.
Selama menjadi anggota GP Ansor inilah Arifin kemudian semakin meningkatkan pengetahuan agama dan ketrampilan berdakwahnya sebagai muballigh muda lewat pelatihan-pelatihan khas Ansor. Kepiawaian Zainul dalam berpidato, berdebat dan berdakwah ternyata menarik perhatian tokoh-tokoh Nahdlatul Ulama, organisasi induk Ansor termasuk: Wahid Hasyim, Mahfudz Shiddiq, Muhammad Ilyas, dan Abdullah Ubaid. Hanya dalam beberapa tahun saja, Zainul Arifin sudah menjadi Ketua Cabang NU Jatinegara dan berikutnya sebagai Ketua Majelis Konsul NU Batavia. dan bekerja di perusahaan air minum (PAM) pemerintah kotapraja (gemeente). Di kota ini ia juga sempat menjadi guru sekolah di daerah-daerah Jatinegara dan Bukit Duri Tanjakan. Selain itu Arifin pernah pula menjalani profesi pokrol bambu, pengacara bumiputra yang tidak memerlukan pendidikan hukum formal. Tahun 1930-an ia mulai bergabung dengan Gerakan Pemuda Ansor dan beberapa tahun kemudian sudah aktif di organisasi induk NU, mula-mula sebagai Ketua Cabang Jatinegara dan akhirnya diamanahi sebagai ketua Majelis Konsul NU Jakarta hingga datangnya tentara Jepang tahun 1942.

Menjadi Panglima Hizbullah Masyumi[sunting | sunting sumber]

Selama era pendudukan militer Jepang, Zainul Arifin ikut mewakili NU dalam kepengurusan Majelis Syura Muslimin Indonesia (Masyumi) dan terlibat dalam pembentukan pasukan semi militer Hizbullah.
Untuk menarik simpati warga hingga ke pedesaan, organisasi-organisasi Islam (utamanya NU) diberi kesempatan untuk lebih aktif terlibat dalam pemerintahan di bawah pendudukan militer Jepang. Zainul Arifin ditugaskan untuk membentuk model kepengurusan tonarigumi, cikal bakal Rukun Tetangga, di Jatinegara yang kemudian dibentuk pula hingga ke pelosok-pelosok desa di Pulau Jawa. Ketika Perang Asia Pasifik semakin memanas, Jepang mengizinkan dibentuknya laskar-laskar semi militer rakyat. Pemuda-pemuda Islam direkrut lewat jalur tonarigumi membentuk Hizbullah (Tentara Allah). Arifin dipercaya sebagai Panglima Hizbullah dengan tugas utama mengkoordinasi pelatihan-pelatihan semi militer di Cibarusa, dekat Bogor. Dalam puncak kesibukan latihan perang guna mengantisipasi terjadinya Perang Asia Pasifik, Kemerdekaan Indonesia diproklamasikan Sukarno-Hatta pada 17 Agustus 1945 di Jakarta.

Paska Proklamasi Kemerdekaan[sunting | sunting sumber]

Zainul kemudian bertugas mewakili partai Masyumi di Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BP-KNIP), cikal bakal DPR-MPR, sambil terus memegang tampuk pimpinan Hizbullah yang sudah menjelma menjadi pasukan bersenjata. Selama masa Revolusi, selain mengikuti sidang-sidang BP KNIP yang berpindah-pindah tempat karena kegawatan situasi, Arifin juga memimpin gerakan-gerakan gerilya Laskar Hizbullah di Jawa Tengah dan Jawa Timur selama Agresi Militer I dan II. Dalam memimpin Laskar Hizbullah Zainul menggunakan jalur tonarigumi atau Rukun Tetangga yang dulu dibinanya hingga meliputi desa-desa terpencil di Jawa. Saat terjadi Agresi Militer II bulan Desember 1948, Belanda berhasil menjatuhkan Yogyakarta dan menawan Sukarno-Hatta. Dalam keadaan darurat, BP KNIP praktis tidak berfungsi. Arifin lantas terlibat sebagai anggota Komisariat Pemerintah Pusat di Jawa (KPPD), bagian dari Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) yang berkedudukan di Bukit Tinggi, Sumatera Barat.
Tugas utama Zainul melakukan konsolidasi atas badan-badan perjuangan yang melancarkan taktik gerilya di bawah komandan Jenderal Sudirman. Saat pemerintah melebur segenap pasukan bersenjata ke dalam satu wadah Tentara Nasional Indonesia, Zainul Arifin sempat dipercaya sebagai Sekertaris Pucuk Pimpinan TNI. Namun akhirnya, ketika banyak mantan anggota laskar Hizbullah yang dinyatakan tidak bisa diterima menjadi anggota TNI karena tidak berpendidikan "modern" dan hanya lulusan Madrasah, ia memilih mengundurkan diri dan berkonsentrasi meneruskan perjuangan sipil di jalur politik.

Berkiprah di Legislatif dan Eksekutif[sunting | sunting sumber]

Setelah Belanda akhirnya mengakui kedaulatan RI akhir tahun 1949, Zainul Arifin kembali ke Parlemen sebagai wakil Partai Masyumi di DPRS dan kemudian wakil Partai NU ketika akhirnya partai kiai tradisionalis ini memisahkan diri dari Masyumi tahun 1952. Setahun sesudahnya, Arifin berkiprah di lembaga eksekutif dengan menjabat sebagai wakil perdana menteri (waperdam) dalam Kabinet Ali Sastroamijoyo I yang memerintah dua tahun penuh (1953-1955).
Untuk pertama kalinya dalam sejarah NU, tiga jabatan menteri (sebelumnya NU selalu hanya mendapat jatah satu posisi menteri saja) dijabat tokoh-tokoh NU dengan Zainul Arifin sebagai tokoh NU pertama menjabat sebagai waperdam. Kabinet itu sendiri sukses menyelenggarakan Konfrensi Asia Afrika di Bandung. Dalam tahun 1955 itu pula Zainul berangkat haji untuk pertama dan terakhir kali ke Tanah Suci bersama Presiden Sukarno. Di sana ia dihadiahi sebilah pedang berlapis emas oleh Raja Arab Saudi, Raja Saud. Sekembalinya dari sana Zainul merupakan salah satu tokoh penting yang berhasil menempatkan partai NU ke dalam "tiga besar" pemenang pemilu 1955, dimana jumlah kursi NU di DPR meningkat dari hanya 8 menjadi 45 kursi. Selain kembali ke parlemen sebagai wakil ketua I DPR RI, setelah pemilu 1955, Arifin juga mewakili NU dalam Majelis Konstituante hingga lembaga ini dibubarkan Sukarno lewat dekrit 5 Juli 1959 karena dipandang gagal merumuskan UUD baru. Pasca Dekrit, Indonesia dinyatakan kembali ke UUD 1945 dan memasuki era Demokrasi Terpimpin. Pada masa itu terjadi pemusatan kekuasaan pada diri Presiden yang berkeras untuk menerapkan faham NASAKOM (Nasionalis, Agama, dan Komunis) yang menyudutkan partai-partai agama yang tidak ingin Partai Komunis Indonesia (PKI) berkembang di Indonesia.

Karier politik[sunting | sunting sumber]


Zainul Arifin bersama Sukarno di Masjid Leningrad, Uni Soviet pada1960
Sejak proklamasi kemerdekaan Zainul Arifin langsung duduk dalam Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BP KNIP), cikal bakal lembaga legislatif MPR/DPR. Hingga akhir hayatnya Arifin aktif di parlemen mewakili partai Masyumi dan kemudian partai NU setelah NU keluar dari Masyumi pada 1952. Hanya selama 1953-1955 ketika menjabat sebagai wakil perdana menteri dalam kabinet Ali-Arifin (Kabinet Ali Sastroamijoyo I) Zainul terlibat dalam badan eksekutif. Kabinet di era Demokrasi Parlementer ini sukses menyelenggarakan Konferensi Asia-Afrika di Bandung pada 1955.
Pemilu pertama 1955 mengantar Zainul Arifin sebagai anggota Majelis Konstituante sekaligus wakil ketua DPR sampai kedua lembaga dibubarkan Sukarno melalui Dekrit Presiden 5 Juli 1959.Memasuki era Demokrasi Terpimpin itu, Arifin bersedia mengetuai DPR Gotong Royong (DPRGR) sebagai upaya partai NU membendung kekuatan Partai Komunis Indonesia (PKI) di parlemen. Ditengah meningkatnya suhu politik, pada 14 Mei 1962, saat salat Idul Adha di barisan terdepan bersama Sukarno, Zainul tertembak peluru yang diarahkan seorang pemberontak DI/TII dalam percobaannya membunuh presiden. Zainul Arifin akhirnya wafat 2 Maret 1963 setelah menderita luka bekas tembakan dibahunya selama sepuluh bulan.

Pranala luar[sunting | sunting sumber]




Sumber:
http://id.wikipedia.org/wiki/Zainul_Arifin